Uang Periode 1999 di Note Printing Australia (NPA)/Ist Manadotopnews.com -Bank Indonesia (BI) mengakui pernah mencetak jutaan lembar ua...
Uang Periode 1999 di Note Printing Australia (NPA)/Ist |
Manadotopnews.com-Bank Indonesia (BI) mengakui pernah mencetak jutaan lembar uang pecahan Rp 100.000 di Australia. Proses cetak uang dilakukan pada periode 1999 di Note Printing Australia (NPA), lembaga di bawah naungan Bank Sentral Australia.
Dikutip dari situs BI, (31/07), uang dengan nilai pecahan Rp 100.000 tersebut berukuran 151 x 65mm, berbahan dasar plastik (polyster) dan diterbitkan pada tanggal 1 November 1999. Uang ini ditandatangani oleh Gubernur dan Deputi BI saat itu Syahril Sabirin dan Iwan R. Prawiranata, pada waktu itu.
Gambar depan dari uang ini adalah dua orang pahlawan proklamator yaitu Soekarno dan Mohammad Hatta dengan warna dominan kuning, jingga, cokelat, merah, dan hijau. Sedangkan penampakan dari belakang adalah gambar gedung MPR dan DPR dengan warna dominan kuning, jingga, coklat, merah, dan hijau. Juga ada tanda air berupa shadow image Garuda Pancasila Color Windows bentuk bunga memuat logo BI.
Masa edar uang ini terbilang cukup lama hingga 30 Desember 2013. Masyarakat diminta menukarkan uang tersebut karena sudah tidak berlaku paling lambat 30 Desember 2013.
Namun masyarakat masih dapat menukarkan di Bank Indonesia mulai dari tanggal 31 Desember 2013 sampai dengan 30 Desember 2018 sesuai dengan jadwal operasional penukaran BI.
BI terpaksa mencetak uang di Australia guna menghadapi tahun milenium 2000 atau lebih dikenal dengan singkatan Y2K (Year 2 Kilo)
"Iya, kondisinya spesial. Kondisi spesial menghadapi Y2K itu," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara di kediaman Presiden SBY, hari ini.
"Nah, itu kan dulu kan Y2K itu orang kan nggak tahu apa yang akan terjadi. Jadi ya dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan terhadap uang, kemudian BI pada saat itu melakukan pencetakan di luar negeri," katanya.
Pergantian tahun pada saat itu memang sempat menghebohkan. BI pun mengantisipasi agar keresahan soal lonjakan permintaan uang dapat mereka tangani.
"Jadi BI perlu mengantisipasi kan lonjakan permintaan. Kayak seperti lebaran saja, orang lonjakan permintaan mencetak lebih," jelas Mirza.
Siang tadi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengklarifikasi terkait informasi dari Wikileaks yang menyebutkan dirinya dan Megawati Soekarnoputri, terkait kejanggalan tentang proses pencetakan 550 juta lembar pecahan uang Rp 100.000. Padahal proses cetak uang tersebut jauh sebelum kedua tokoh tersebut menjadi presiden Indonesia dan kewenangannya ada BI, bukan di pemerintah. (*/dk)
Dikutip dari situs BI, (31/07), uang dengan nilai pecahan Rp 100.000 tersebut berukuran 151 x 65mm, berbahan dasar plastik (polyster) dan diterbitkan pada tanggal 1 November 1999. Uang ini ditandatangani oleh Gubernur dan Deputi BI saat itu Syahril Sabirin dan Iwan R. Prawiranata, pada waktu itu.
Gambar depan dari uang ini adalah dua orang pahlawan proklamator yaitu Soekarno dan Mohammad Hatta dengan warna dominan kuning, jingga, cokelat, merah, dan hijau. Sedangkan penampakan dari belakang adalah gambar gedung MPR dan DPR dengan warna dominan kuning, jingga, coklat, merah, dan hijau. Juga ada tanda air berupa shadow image Garuda Pancasila Color Windows bentuk bunga memuat logo BI.
Masa edar uang ini terbilang cukup lama hingga 30 Desember 2013. Masyarakat diminta menukarkan uang tersebut karena sudah tidak berlaku paling lambat 30 Desember 2013.
Namun masyarakat masih dapat menukarkan di Bank Indonesia mulai dari tanggal 31 Desember 2013 sampai dengan 30 Desember 2018 sesuai dengan jadwal operasional penukaran BI.
BI terpaksa mencetak uang di Australia guna menghadapi tahun milenium 2000 atau lebih dikenal dengan singkatan Y2K (Year 2 Kilo)
"Iya, kondisinya spesial. Kondisi spesial menghadapi Y2K itu," ujar Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara di kediaman Presiden SBY, hari ini.
"Nah, itu kan dulu kan Y2K itu orang kan nggak tahu apa yang akan terjadi. Jadi ya dalam rangka mengantisipasi lonjakan permintaan terhadap uang, kemudian BI pada saat itu melakukan pencetakan di luar negeri," katanya.
Pergantian tahun pada saat itu memang sempat menghebohkan. BI pun mengantisipasi agar keresahan soal lonjakan permintaan uang dapat mereka tangani.
"Jadi BI perlu mengantisipasi kan lonjakan permintaan. Kayak seperti lebaran saja, orang lonjakan permintaan mencetak lebih," jelas Mirza.
Siang tadi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengklarifikasi terkait informasi dari Wikileaks yang menyebutkan dirinya dan Megawati Soekarnoputri, terkait kejanggalan tentang proses pencetakan 550 juta lembar pecahan uang Rp 100.000. Padahal proses cetak uang tersebut jauh sebelum kedua tokoh tersebut menjadi presiden Indonesia dan kewenangannya ada BI, bukan di pemerintah. (*/dk)