Rumah Adat Suku Tondano/Ist Manadotopnews.com-Suku Toulour , adalah salah satu sub-suku Minahasa yang bermukim di kabupaten Minahasa...
Rumah Adat Suku Tondano/Ist |
Manadotopnews.com-Suku Toulour, adalah salah satu sub-suku Minahasa yang bermukim
di kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara. Suku Toulour kadang disebut juga sebagai orang Tondano, mereka mendiami
daerah sekeliling danau Tondano sampai di pantai Timur Minahasa (Tondano
Pante) yaitu daerah Tondano, Kombi, Eris, Lembean Timur, Kakas,
Remboken. Pakasaan Toulour terbagi atas dua walak yaitu Tondano
Toulimambot di bagian barat dan Tondano Touliang di bagian barat.
Penduduk Minahasa sekitar kota Tondano, menyebut diri mereka sebagai "orang Toulour", atau "orang Tondano / orang Toundano”. Orang Toulour berbicara dalam bahasa Toulour, yang disebut juga sebagai bahasa Tondano.
Asal-usul orang Tondano, menurut cerita, dahulu serombongan pendatang, orang-orang Tifore, yang datang dari pesisir Timur (Atep). Orang-orang Tifore ini melakukan kawin campur dengan orang Toumbulu, dan menetap di daerah bagian barat danau (yang sekarang disebut danau Tondano). Dari keturunan inilah yang menurunkan orang-orang Tondano. Mereka mendirikan pemukiman di sekitar danau Tondano.
Istilah "Tondano" diduga berasal dari bahasa Tountemboan, yaitu "Touw un Dano", yang berarti "orang danau". Sedangkan istilah "Toulour" berasal dari bahasa Tonsea dan Tombulu, yaitu "Tou Lour", yang berarti "orang air".
Daerah pemukiman suku Toulour ini berada di dua daerah utama, yaitu Touliang (sebelah timur sungai) dan Toulimambot (sebelah barat sungai). Pada zaman kolonial Belanda, daerah ini oleh Belanda dinamakan distric Toulour dengan kotanya adalah Tondano. Oleh karena itu penduduk di daerah ini menyebut diri mereka sebagai orang Toulour, tapi juga sebagai orang Tondano.
Sebenarnya ada satu etnis lain yang menggunakan nama mirip, salah satu etnis Minahasa yang menamakan diri mereka sebagai orang Toundanouw. Yang menarik dari orang Toundanouw ini adalah, sebelum ada istilah Tondano di daerah Tondano, mereka telah menamakan diri mereka sebagai orang Toundanouw. Satu hal lain yang juga menarik adalah orang Toundanouw ini juga berasal dari keturunan orang Tifore. Mereka menetap di daerah Atep yang hijrah ke pedalaman.
Menurut Dr. J.G.F. Riedel, dalam bukunya (De Minahasa in 1825), tertulis bahwa pendatang-pendatang dari Tifore menetap di pesisir Timur (Atep), merambah ke pedalaman dalam 2 kelompok, yaitu:
Penduduk Minahasa sekitar kota Tondano, menyebut diri mereka sebagai "orang Toulour", atau "orang Tondano / orang Toundano”. Orang Toulour berbicara dalam bahasa Toulour, yang disebut juga sebagai bahasa Tondano.
Asal-usul orang Tondano, menurut cerita, dahulu serombongan pendatang, orang-orang Tifore, yang datang dari pesisir Timur (Atep). Orang-orang Tifore ini melakukan kawin campur dengan orang Toumbulu, dan menetap di daerah bagian barat danau (yang sekarang disebut danau Tondano). Dari keturunan inilah yang menurunkan orang-orang Tondano. Mereka mendirikan pemukiman di sekitar danau Tondano.
Istilah "Tondano" diduga berasal dari bahasa Tountemboan, yaitu "Touw un Dano", yang berarti "orang danau". Sedangkan istilah "Toulour" berasal dari bahasa Tonsea dan Tombulu, yaitu "Tou Lour", yang berarti "orang air".
Daerah pemukiman suku Toulour ini berada di dua daerah utama, yaitu Touliang (sebelah timur sungai) dan Toulimambot (sebelah barat sungai). Pada zaman kolonial Belanda, daerah ini oleh Belanda dinamakan distric Toulour dengan kotanya adalah Tondano. Oleh karena itu penduduk di daerah ini menyebut diri mereka sebagai orang Toulour, tapi juga sebagai orang Tondano.
Sebenarnya ada satu etnis lain yang menggunakan nama mirip, salah satu etnis Minahasa yang menamakan diri mereka sebagai orang Toundanouw. Yang menarik dari orang Toundanouw ini adalah, sebelum ada istilah Tondano di daerah Tondano, mereka telah menamakan diri mereka sebagai orang Toundanouw. Satu hal lain yang juga menarik adalah orang Toundanouw ini juga berasal dari keturunan orang Tifore. Mereka menetap di daerah Atep yang hijrah ke pedalaman.
Menurut Dr. J.G.F. Riedel, dalam bukunya (De Minahasa in 1825), tertulis bahwa pendatang-pendatang dari Tifore menetap di pesisir Timur (Atep), merambah ke pedalaman dalam 2 kelompok, yaitu:
- Kelompok ke-1, menuju Utara, masuk ke wilayah orang Tonsea dan mendirikan pemukiman yang disebut Lumijang. Kelompok inilah yang menetap di sekitar danau, kemudian dinamakan Tou nDano, atau Tou Lour (dalam bahasa Tonsea/ Tombulu). Mereka lah yang menjadi orang Tondano atau orang Toulour.
- Kelompok ke-2, menuju ke Selatan dan membuat pemukiman Awouw, Topiriwan dan Watu. Mereka menyebut diri mereka sebagai orang Toundanouw. Dari keturunan mereka terbagi menjadi 2 kelompok kecil, yaitu, yang disebut Tou Watu atau Tombatu, dan satu lagi diduga adalah Tonsawang.
Ada suatu versi yang sedikit berbeda tentang orang Toulour, menurut
cerita beberapa Tetua Minahasa, dikatakan bahwa sejak kehadiran orang
Minahasa di sekitar danau Tondano, mereka menamakan diri mereka sebagai
orang Tondano. Kemudian mereka terbagi menjadi 3 walak, yaitu Kakas,
Romboken dan Toulour. Dari sini lah, terlihat maka orang Toulour, selain
menyebut diri mereka sebagai orang Toulour, mereka juga mengaku sebagai
orang Tondano. Karena mereka adalah pecahan langsung salah satu dari 3
walak Tondano.
Dalam budaya orang Toulour, mereka memiliki suatu tradisi beladiri yang tetap terpelihara, yaitu beladiri khas walak Tolour biasa dikenal dengan nama ilmu beladiri Sakalele soma'tanu rano wo reghes (silat sakti air dan angin). Sakalele ini memiliki 36 jurus, yang sangat hebat. Ilmu beladiri Sakalele memiliki jurus-jurus dicipta berdasar pergerakan alam, air dan angin di danau Tondano.
Orang Toulour, pada umumnya hidup sebagai petani. Beberapa orang bekerja sebagai nelayan penangkap ikan di danau Tondano. Sedangkan pada bidang profesi lain, mereka bekerja sebagai pedagang, guru, pegawai dan lain-lain. (*/pm/sh)
Dalam budaya orang Toulour, mereka memiliki suatu tradisi beladiri yang tetap terpelihara, yaitu beladiri khas walak Tolour biasa dikenal dengan nama ilmu beladiri Sakalele soma'tanu rano wo reghes (silat sakti air dan angin). Sakalele ini memiliki 36 jurus, yang sangat hebat. Ilmu beladiri Sakalele memiliki jurus-jurus dicipta berdasar pergerakan alam, air dan angin di danau Tondano.
Orang Toulour, pada umumnya hidup sebagai petani. Beberapa orang bekerja sebagai nelayan penangkap ikan di danau Tondano. Sedangkan pada bidang profesi lain, mereka bekerja sebagai pedagang, guru, pegawai dan lain-lain. (*/pm/sh)