Imba Rogi saat Dikawal Ribuan Warga Kota Manado/Ist Manadotopnews.com - Pengaruh Jimmy Rimba Rogi-Boby Daud dihati warga Kota Manado d...
Imba Rogi saat Dikawal Ribuan Warga Kota Manado/Ist |
Manadotopnews.com - Pengaruh Jimmy Rimba Rogi-Boby Daud dihati warga Kota Manado diakui sangat kuat, lihat saja pasangan calon Wali Kota Manado yang dianulir dari kepesertaan Pilwako Manado terus berpolemik. Ada yang tidak setuju, ada pula yang setuju dengan keputusan yang diambil KPU Manado.
Belum lama ini, 11-15 November, Citra Publik Adv-Lingkaran Survei Indonesia (CPA-LSI) mengadakan survei guna mengetahui respon publik di Manado, ternyata sebanyak 64,63 persen menyatakan tidak setuju. Mayoritas publik merespon negatif. Hanya sebesar 31,71 persen publik yang menyatakan setuju dengan adanya keputusan KPU Manado tersebut.
“Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 440 responden dan margin of error sebesar +/- 4,8 persen. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. Survei ini didanai sendiri CPA – LSI,” kata Rully Akbar, Manager CPA-LSI.
Disebutkan, penolakan terhadap keputusan KPU Manado merata di semua segmen masyarakat. Mulai yang berpendidikan rendah hingga berpendidikan tinggi. Mereka yang ‘wong cilik’ maupun yang berekonomi mapan juga menolak keputusan KPU Manado tersebut.
“Namun, mereka yang pria, berpendidikan tinggi, ekonomi menengah atas, lebih tinggi tingkat penolakannya terhadap keputusan KPU tersebut. Ini merupakan kondisi wajar karena segmen-segmen ini biasasanya lebih concern dengan isu politik dan pemerintahan. Bahkan, segmentasi pemilih kandidat lain (selain pemilih Imba-Boby) juga menyatakan tidak setuju terhadap isu tersebut,” sebutnya.
Rully menyebut, ada sejumlah alasan yang mendasari penolakan publik terhadap keputusan KPU Manado tersebut. Dari data gabungan riset kuantitatif (survei) dan kualitatif (in depth interview), publik menilai keputusan untuk menggugurkan Imba-Boby adalah suatu bentuk intervensi politik. Sebanyak 57,3 persen publik menilai keputusan ini bentuk intervensi politik, bukan murni sebagai mekanisme penegakan hukum.
“Mereka menilai ada campur tangan lawan politik dari pasangan Imba–Boby yang sengaja ingin ‘menjegal’ pasangan ini agar tidak bisa melanjutkan proses dan tahapan Pilkada sampai dengan tanggal 9 Desember 2015 nanti,” ujarnya.
Alasan penolakan lain, keputusan KPU dinilai terlambat. Sebanyak 54,3% publik Manado menilai jika memang tidak memenuhi syarat, seharusnya Panwaslu dan KPU setempat tidak meloloskan pasangan yang ‘masih bermasalah’ untuk menjadi peserta sejak awal penetapan. Karena menimbulkan kerugian materiil maupun immateril.
Selanjutnya, KPU Manado dianggap tidak konsisten terhadap keputusan. Sebanyak 35,1 persen publik Manado menyalahkan KPU Manado. Dan sebanyak 31,2 persen menyalahkan Bawaslu Provinsi Sulut terhadap keputusan ini. “Ketiga alasan itulah yang mendasari pertimbangan publik menolak keputusan penganuliran Imba-Boby,” urainya.
Ditambahkan Koordinator LSI wilayah Sulut Saleh Nggiu, dari hasil riset kualitatif (in depth interview), ada 3 (tiga) wacana terhadap keputusan pengguguran ini. Pertama, tetap meloloskan seluruh calon wali kota dan wakil wali kota Manado untuk tetap bertarung sampai dengan pemilihan 9 Desember mendatang.
Kedua, penyelenggara Pilkada (Panwaslu, Bawaslu dan KPU Manado) memberikan penjelasan kepada masyarakat, bahwa seluruh pasangan calon kepala daerah Manado tetap menjadi peserta Pilkada. Ketiga, menunda waktu Pilkada Manado pada 2017. Apalagi ada gugatan, maka seluruh proses hukum harus diselesaikan terlebih dahulu. “Jika keputusan final proses hukum melewati hari H (9 Desember), maka sebaiknya Pilkada Manado diundur pelaksanaannya hingga 2017,” sebutnya.
Diakui, ketiga wacana terhadap keputusan pengguguran Imba-Boby memang akan menjadi perdebatan. Namun survei menunjukan publik menyetujui jika akhirnya proses Pilkada di Manado tetap dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berlandaskan penegakan hukum, tanpa intervensi politik dari pihak manapun. (Shaker)
Belum lama ini, 11-15 November, Citra Publik Adv-Lingkaran Survei Indonesia (CPA-LSI) mengadakan survei guna mengetahui respon publik di Manado, ternyata sebanyak 64,63 persen menyatakan tidak setuju. Mayoritas publik merespon negatif. Hanya sebesar 31,71 persen publik yang menyatakan setuju dengan adanya keputusan KPU Manado tersebut.
“Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 440 responden dan margin of error sebesar +/- 4,8 persen. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview. Survei ini didanai sendiri CPA – LSI,” kata Rully Akbar, Manager CPA-LSI.
Disebutkan, penolakan terhadap keputusan KPU Manado merata di semua segmen masyarakat. Mulai yang berpendidikan rendah hingga berpendidikan tinggi. Mereka yang ‘wong cilik’ maupun yang berekonomi mapan juga menolak keputusan KPU Manado tersebut.
“Namun, mereka yang pria, berpendidikan tinggi, ekonomi menengah atas, lebih tinggi tingkat penolakannya terhadap keputusan KPU tersebut. Ini merupakan kondisi wajar karena segmen-segmen ini biasasanya lebih concern dengan isu politik dan pemerintahan. Bahkan, segmentasi pemilih kandidat lain (selain pemilih Imba-Boby) juga menyatakan tidak setuju terhadap isu tersebut,” sebutnya.
Rully menyebut, ada sejumlah alasan yang mendasari penolakan publik terhadap keputusan KPU Manado tersebut. Dari data gabungan riset kuantitatif (survei) dan kualitatif (in depth interview), publik menilai keputusan untuk menggugurkan Imba-Boby adalah suatu bentuk intervensi politik. Sebanyak 57,3 persen publik menilai keputusan ini bentuk intervensi politik, bukan murni sebagai mekanisme penegakan hukum.
“Mereka menilai ada campur tangan lawan politik dari pasangan Imba–Boby yang sengaja ingin ‘menjegal’ pasangan ini agar tidak bisa melanjutkan proses dan tahapan Pilkada sampai dengan tanggal 9 Desember 2015 nanti,” ujarnya.
Alasan penolakan lain, keputusan KPU dinilai terlambat. Sebanyak 54,3% publik Manado menilai jika memang tidak memenuhi syarat, seharusnya Panwaslu dan KPU setempat tidak meloloskan pasangan yang ‘masih bermasalah’ untuk menjadi peserta sejak awal penetapan. Karena menimbulkan kerugian materiil maupun immateril.
Selanjutnya, KPU Manado dianggap tidak konsisten terhadap keputusan. Sebanyak 35,1 persen publik Manado menyalahkan KPU Manado. Dan sebanyak 31,2 persen menyalahkan Bawaslu Provinsi Sulut terhadap keputusan ini. “Ketiga alasan itulah yang mendasari pertimbangan publik menolak keputusan penganuliran Imba-Boby,” urainya.
Ditambahkan Koordinator LSI wilayah Sulut Saleh Nggiu, dari hasil riset kualitatif (in depth interview), ada 3 (tiga) wacana terhadap keputusan pengguguran ini. Pertama, tetap meloloskan seluruh calon wali kota dan wakil wali kota Manado untuk tetap bertarung sampai dengan pemilihan 9 Desember mendatang.
Kedua, penyelenggara Pilkada (Panwaslu, Bawaslu dan KPU Manado) memberikan penjelasan kepada masyarakat, bahwa seluruh pasangan calon kepala daerah Manado tetap menjadi peserta Pilkada. Ketiga, menunda waktu Pilkada Manado pada 2017. Apalagi ada gugatan, maka seluruh proses hukum harus diselesaikan terlebih dahulu. “Jika keputusan final proses hukum melewati hari H (9 Desember), maka sebaiknya Pilkada Manado diundur pelaksanaannya hingga 2017,” sebutnya.
Diakui, ketiga wacana terhadap keputusan pengguguran Imba-Boby memang akan menjadi perdebatan. Namun survei menunjukan publik menyetujui jika akhirnya proses Pilkada di Manado tetap dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berlandaskan penegakan hukum, tanpa intervensi politik dari pihak manapun. (Shaker)