Makam Ratu Sekar Kedaton Di Manado/Ist Manadotopnews.com - Kanjeng Ratu Sekar Kedaton adalah salah satu permaisuri Sri Sultan Ham...
Manadotopnews.com - Kanjeng Ratu Sekar Kedaton adalah salah
satu permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V. Nama asli Sri Sultan
Hamengkubuwono V adalah Raden Mas Gathot Menol, wafat tahun 1855, karena
ditikam oleh istri kelimanya, yang bernama Kanjeng Mas Hemawati.
Pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono V meninggal dunia, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton sedang hamil tua. Setelah 13 hari kemudian, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton melahirkan putra mahkota.
Putra mahkota pewaris kerajaan ini diberi nama Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga (nama kecilnya Kanjeng Gusti Timur Muhammad). Karena putra mahkota masih kecil, takhta kerajaan diserahkan kepada adik Sri Sultan Hamengkubuwono V, yaitu Raden Mas Mustojo sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
Tiga belas tahun kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono VI meninggal dunia. Anaknya yang bernama asli Raden Mas Murtejo alias Sultan Ngabehi alias Sultan Sugih naik takhta menggantikan ayahnya sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Pada masa pergantian Sri Sultan Hamengkubuwono VI ke VII inilah terjadi pertikaian dalam keluarga kerajaan. Karena semestinya yang naik takhta kerajaan sesudah Sri Sultan Hamengku Buwono VI adalah putra mahkota Hamengkubuwono V, yaitu Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga atau Kanjeng Gusti Timur Muhammad.
Akibat pertikaian itu, Sri Sultan Hamengkubuwono VII menangkap Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putranya, lalu dibuang ke Manado dengan tuduhan membangkang pada raja dan merencanakan melakukan perlawanan. Pemerintah Belanda pun beranggapan sama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, yaitu menuduh Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Pangeran Diponegoro sering berkomunikasi untuk melakukan perlawanan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda turut mempercepat dan memfasilitasi pembuangan Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga ke Manado. Di Manado, keduanya tinggal di daerah Pondol hingga meninggal dunia.
Kanjeng Ratu Sekar Kedaton meninggal tanggal 25 Mei 1918. Anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga meninggal tanggal 12 Januari 1901. Kubur permaisuri dan putra mahkota yang dibuang ini berada di samping persekolahan Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang.
Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di tempat ini, adalah melihat dan mengenal sejarah Keluarga Hamengkubuwono V. Berjarak sekitar 700 meter dari pusat Kota (Pasar 45/Taman Kesatuan Bangsa) Manado dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan menggunakan transportasi darat, atau bisa juga jalan kaki sambil menikmati pemandangan dan udara sejuk kota Manado. (*)
Pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono V meninggal dunia, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton sedang hamil tua. Setelah 13 hari kemudian, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton melahirkan putra mahkota.
Putra mahkota pewaris kerajaan ini diberi nama Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga (nama kecilnya Kanjeng Gusti Timur Muhammad). Karena putra mahkota masih kecil, takhta kerajaan diserahkan kepada adik Sri Sultan Hamengkubuwono V, yaitu Raden Mas Mustojo sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
Tiga belas tahun kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono VI meninggal dunia. Anaknya yang bernama asli Raden Mas Murtejo alias Sultan Ngabehi alias Sultan Sugih naik takhta menggantikan ayahnya sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Pada masa pergantian Sri Sultan Hamengkubuwono VI ke VII inilah terjadi pertikaian dalam keluarga kerajaan. Karena semestinya yang naik takhta kerajaan sesudah Sri Sultan Hamengku Buwono VI adalah putra mahkota Hamengkubuwono V, yaitu Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga atau Kanjeng Gusti Timur Muhammad.
Akibat pertikaian itu, Sri Sultan Hamengkubuwono VII menangkap Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putranya, lalu dibuang ke Manado dengan tuduhan membangkang pada raja dan merencanakan melakukan perlawanan. Pemerintah Belanda pun beranggapan sama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, yaitu menuduh Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Pangeran Diponegoro sering berkomunikasi untuk melakukan perlawanan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono VII dan Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda turut mempercepat dan memfasilitasi pembuangan Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga ke Manado. Di Manado, keduanya tinggal di daerah Pondol hingga meninggal dunia.
Kanjeng Ratu Sekar Kedaton meninggal tanggal 25 Mei 1918. Anaknya, Gusti Kanjeng Pangeran Arya Suryeng Ngalaga meninggal tanggal 12 Januari 1901. Kubur permaisuri dan putra mahkota yang dibuang ini berada di samping persekolahan Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang.
Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di tempat ini, adalah melihat dan mengenal sejarah Keluarga Hamengkubuwono V. Berjarak sekitar 700 meter dari pusat Kota (Pasar 45/Taman Kesatuan Bangsa) Manado dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan menggunakan transportasi darat, atau bisa juga jalan kaki sambil menikmati pemandangan dan udara sejuk kota Manado. (*)