Ilustrasi Pungli MTN.com -Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama jaringan masyarakat sipil membuka pos pengaduan penerimaan siswa bar...
Ilustrasi Pungli |
MTN.com-Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama jaringan masyarakat sipil membuka pos pengaduan penerimaan siswa baru. Pos pengaduan akan dibuka hingga
30 September 2014.
Pembukaan pos pengaduan didasarkan pada pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwa pengguna layanan
publik, antara murid dan orangtua berhak untuk mengadukan pelayanan yang melakukan penyimpangan standar pelayanan.
Pos pengaduan ini juga berkoordinasi dengan Ombudsman RI, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Dinas Pendidikan
(Disdik) Provinsi DKI Jakarta.
Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Siti Juliantari Rachman mengatakan, memasuki tahun ajaran baru, orangtua murid akan dihadapkan pada proses penerimaan siswa
baru dan daftar ulang bagi siswa yang naik kelas. Pada saat ini, sering sekali sekolah membebankan orangtua murid dengan pungutan-pungutan yang tidak jelas dasarnya.
"Berdasarkan laporan masyarakat tahun lalu, ditemukan banyak pelanggaran dalam penerimaan siswa baru dan daftar ulang," ujarnya di Kantor Indonesia Corruption Watch
(ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, (16/6).
Misalnya, perempuan yang akrab disapa Tari itu melanjutkan, kasus jual beli bangku, pungutan uang pendaftaran, bangunan, seragam sekolah, seragam olahraga, buku,
pengadaan komputer, dan lain sebagainya. Padahal, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan, disebutkan bahwa sekolah
dilarang melakukan jual-beli buku, seragam, hingga alat tulis.
"Pungutan liar yang dilakukan pihak penyelenggara pendidikan juga bertentangan dengan pasal 11 ayat 2, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dimana Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh hingga dengan 15 tahun," ucapnya. (*)
30 September 2014.
Pembukaan pos pengaduan didasarkan pada pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwa pengguna layanan
publik, antara murid dan orangtua berhak untuk mengadukan pelayanan yang melakukan penyimpangan standar pelayanan.
Pos pengaduan ini juga berkoordinasi dengan Ombudsman RI, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Dinas Pendidikan
(Disdik) Provinsi DKI Jakarta.
Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Siti Juliantari Rachman mengatakan, memasuki tahun ajaran baru, orangtua murid akan dihadapkan pada proses penerimaan siswa
baru dan daftar ulang bagi siswa yang naik kelas. Pada saat ini, sering sekali sekolah membebankan orangtua murid dengan pungutan-pungutan yang tidak jelas dasarnya.
"Berdasarkan laporan masyarakat tahun lalu, ditemukan banyak pelanggaran dalam penerimaan siswa baru dan daftar ulang," ujarnya di Kantor Indonesia Corruption Watch
(ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, (16/6).
Misalnya, perempuan yang akrab disapa Tari itu melanjutkan, kasus jual beli bangku, pungutan uang pendaftaran, bangunan, seragam sekolah, seragam olahraga, buku,
pengadaan komputer, dan lain sebagainya. Padahal, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan, disebutkan bahwa sekolah
dilarang melakukan jual-beli buku, seragam, hingga alat tulis.
"Pungutan liar yang dilakukan pihak penyelenggara pendidikan juga bertentangan dengan pasal 11 ayat 2, UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dimana Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh hingga dengan 15 tahun," ucapnya. (*)