Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung saat memimpin Upacara PTDH/ist Manadotopnews.com - Polisi daerah (Polda) Sulawesi Utara (S...
Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung saat memimpin Upacara PTDH/ist |
Manadotopnews.com - Polisi daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) Menjatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada empat anggotanya, yang telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri pada Upacara PTDH yang dipimpin langsung oleh Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung di halaman depan Mapolda Sulut pada Senin pagi (18/07).
Empat oknum Anggota Polri yang nakal dijatuhi sanksi PTDH yaitu, Aipda Suryadi Kahar, Briptu Giguk Laksmono (keduanya Anggota Satbrimob Polda Sulut), Bripda Yudianto Midu (Anggota Ditpolair Polda Sulut) dan Bripda Eko Wahyu Budianto (Anggota Biro Rena Polda Sulut).
Dari empat pelanggar, hanya Bripda Eko Wahyu Budianto yang hadir dalam upacara PTDH tersebut, sedangkan tiga lainnya bersifat inabsensia. Didampingi Kasubbid dan dua Anggota Provos, Kapolda Sulut menanggalkan pakaian dinas beserta atribut Polri Bripda Eko Wahyu Budianto, dan menggantinya dengan pakaian sipil.
Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri bagi keempat pelanggar tersebut telah dilaksanakan beberapa waktu sebelumnya, kemudian dipertegas dengan Surat Keputusan Kapolda Sulut Nomor: Kep/122 s.d. 126/VI/2016, tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Dari Dinas Polri, Terhitung Mulai Tanggal (TMT) 23 Juni 2016.
Kapolda Sulut dalam arahannya, sangat menyayangkan adanya sanksi PTDH ini. “Saya sangat menyesalkan adanya sanksi PTDH ini. Namun peraturan dan hukum yang berlaku harus kita junjung tinggi. Yang berprestasi diberikan penghargaan, yang bersalah mendapat hukuman,” tegas Kapolda.
Kapolda mengimbau, sanksi PTDH ini bisa dijadikan pelajaran berharga. “Perlu diingat bagi personel lainnya, kita direkrut menjadi Anggota Polri dan PNS melalui ujian dan pendidikan yang sangat berat. Jangan sia-siakan pengorbanan serta perjuangan kita. Semoga ini merupakan PTDH terakhir di Polda Sulut dan jajaran,” pungkas Kapolda. (*)